Thursday, August 30, 2012

SOLO BERKARAKTER

Sebuah kota yang maju adalah kota yang besar, mempunyai banyak gedung pencakar langit, dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Kira-kira seperti itulah penilaian klasik masyarakat jika ditanya tentang bagaimana definisi kota yang maju. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan persepsi itu. Memang benar bahwa definisi kota yang maju salah satunya adalah demikian. Namun fenomena bercerita bahwa di lini lain banyak hal yang terkadang bertumbuh tidak sejalan, yaitu faktor immateriil. Gedung bertingkat tinggi nyatanya tidak jarang justru dijadikan sebagai media bunuh diri. Penyakit masyarakat yang merajalela atau perilaku masyarakat yang semakin hari semakin apatis, baik secara sosial maupun moral semakin memperjelas bahwa tidak bijak rasanya jika kita menilai sebuah peradaban hanya dari bentuk fisiknya saja.

Sejarah dinamika sosial berkisah bahwa perubahan yang tidak seimbang antara materiil dengan immateriil dapat memicu permasalahan tertentu dalam suatu daerah atau kota. Pembangunan yang hanya difokuskan pada fisik atau non fisik saja seringkali menjadi kambing hitam dari semua masalah yang muncul. Komposisi masyarakat yang sangat heterogen, dengan pandangan dan pola pikir yang heterogen pula, jika tidak disikapi dengan bijak maka tak jarang akan berhilir pada kacaunya tatanan sosial sebuah kota.

SOLO BERKARAKTER
Kota kecil dengan suhu udara ideal dan letak geografi yang strategis. Kira-kira begitu kesan pertama kebanyakan orang jika ditanya tentang kota Solo. Tetapi ternyata tidak hanya itu, secara non fisikpun kota Solo mempesona. Masyarakat yang ramah dan berbudaya, yang tetap menjunjung tinggi norma meski bertahun-tahun dilingkupi oleh pembangunan fisik yang sangat pesat. Tetap memiliki kepedulian sosial tinggi meski dikepung oleh banyak arus modernisasi. Mengapa demikian?, padahal jika ditinjau secara mendalam kota Solo mempunyai masyarakat yang sangat heterogen yang terdiri dari berbagai kalangan. Komposisi penduduk yang bermukim di Kota Solo pun sangat beragam, baik dari tingkat pendidikan, agama, ras, maupun kualitas ekonomi.

Pembangunan yang seimbanglah yang menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Tidak hanya terfokus pada pembangunan fisik tetapi pembangunan karakter juga ditekankan.
Rasa memiliki (sense of belongingness) seseorang yang tinggi terhadap sesuatu akan sangat mempengaruhi kemauan individu tersebut untuk selalu menjaga dan merawat apa yang dia rasa miliki. Begitu juga yang terjadi dengan masyarakat kota Solo. “Rasa memiliki” dan rasa bangga mempunyai kota yang mempesona merupakan salah satu alasan mengapa mereka tetap gigih mempertahankan nilai luhur yang menjadi ciri khas daerahnya, meskipun gempuran modernisasi semakin kuat. Selain itu tingkat ketaatan yang tinggi kepada pemimpin juga disebabkan oleh berhasilnya pencitraan kota atau “city branding” yang dibentuk. Yang pada akhirnya semakin mempertebal sense of belongingness masyarakat.

Perpaduan harmonis antara aroma etnic yang tetap terjaga dan perubahan fisik kota yang signifikan menjadikan Solo semakin berkarakter. Sajian budaya yang sangat kental yang menjadi ciri khas Solo juga memberikan psikoterapi tersendiri bagi setiap orang, baik yang berdomisili di Solo ataupun hanya sekedar sebagai pengunjung. Hal ini berkaitan erat dengan teori kebutuhan dari Abraham Maslow. Bahwa rasa aman dan nyaman yang tercipta dapat membantu memenuhi kebutuhan psikis manusia, dalam hal ini adalah kebutuhan akan rasa aman dan nyaman (need of safety).
Kearifan yang dimiliki oleh setiap warga menjadi bukti konkret bahwa secara psikologis masyarakat sudah matang. Sehingga ketika suatu saat terjadi hal-hal yang bersifat provokatif maka masyarakat akan dapat menyikapinya dengan bijak.

Permasalahan yang setiap kali muncul sebagai jadwal wajib dari sebuah kehidupan, dapat dihadapi dengan baik pula. Meskipun terkadang realita menunjukkan masih adanya ketidak kompakan seratus persen dalam hal kebaikan, atau jika secara kasar dikatakan masih ada pelanggaran terhadap norma-norma. Namun secara esensi, pada dasarnya kekurangan hanyalah salah satu wujud dari skenario kehidupan yang akan berakhir pada pembelajaran.

Tetapi diluar itu terdapat potensi luar biasa yang dimiliki Kota Solo untuk menuju kepada kesuksesan, karena Solo adalah Kota berkarakter. Masyarakat yang kooperatif dengan kapasitas personal yang tinggi merupakan salah satu aset penting dalam mewujudkan sebuah tatanan kota yang ideal dan berkualitas. Karena jika dikatakan fisik kota adalah sebuah raga, maka masyarakat yang ada didalamnya adalah jiwanya. Ruh yang senantiasa memberi nilai kehidupan dan mempengaruhi semua aktifitas yang terjadi didalamnya.

Akan memerlukan energi yang sangat besar ketika suatu daerah atau kota ingin dijadikan maju jika masyarakatnya tidak baik. Dan sangat sulit jika menginginkan suatu kota menjadi berhasil bila tanpa memperhatikan pendidikan karakter masyarakatnya. Sebaliknya jika semua sudah tertata dengan baik. Terjadi keseimbangan antara pertumbuhan materiil dan immateriil, masyarakat yang selalu kooperatif dalam menjalankan roda kehidupan, maka secara otomatis tidak akan sulit mewujudkan kesuksesan kumulatif bagi sebuah kota. Dan karena Kota Solo adalah salah satunya maka akan sangat mungkin bagi kita untuk dapat mewujudkan Solo Raya sukses bersama.

Thursday, August 9, 2012

Ibu adalah segalaku

Bulan puasa ini sepertinya terasa lebih berkesan. Bagaimana tidak, sejenak teringat kondisiku pada bulan ramadhan tahun lalu. Tepat pada hari ke sepuluh ramadhan aku jatuh sakit dan terpaksa di opname di rumah sakit. Ibu yang biasanya disibukkan dengan aktivitas mengurus adik-adikku seketika banting setir berpindah fokus, mengurusku. Di wajahnya tersirat kecemasan luar biasa yang tertahan ketika aku masuk ruang gawat darurat, entah ditahan atau memang tidak pernah sempat diungkapkan. Ada rasa GR di hatiku, ternyata cuma karna aku sakit begini saja ibu sudah secemas itu, horeeee, hihi. Jadilah sehari-hari aku semakin dekat dengannya, makan disuapin, minum diambilin, dipegangin gelasnya, ke kamar mandi pun ditemenin. Begitulah ibu selalu menemaniku tanpa menjauh sedikitpun, tanpa mengeluh meskipun proses puasanya jadi sangat apa adanya, dengan menu sahur dan buka seadanya, hiks..sediihh.

Aku tidak pernah tahu mengapa Allah menciptakan makhluk sehebat itu. Software apakah yang diinstal di raga itu sehingga dia mampu berbuat demekian. Bukan hanya itu, masih banyak kisah yang membuktikan bahwa dia bukanlah makhluk biasa. Banyak cerita yang semakin meyakinkan bahwa pasti tidak begitu saja tujuan dia diciptakan. Dia ada ketika kedukaan datang, dia disisi ketika orang tersayangnya terluka, dia disamping ketika anak-anaknya butuh sandaran, dan dia adalah ibu.

Jika kamu adalah wanita, maka aku bilang diawal diskusi ini “mari bersyukur”, karena kelak pasti kamu akan menjadi ibu. In sya Allah. Dan seperti diatas tadi aku katakan, bahwa pasti tidak begitu saja tujuan kita diciptakan. Kalau aku katakan kita diciptakan untuk melakukan hal yang besar apakah kamu setuju?..

“al ummu madrosatun, al ummu madrasatul ula”, ibu adalah sekolah, ibu adalah sekolah yang pertama bagi anak-anak. Dan karena tidak ada manusia di dunia ini yang lahir tanpa seorang ibu maka bisa disimpulkan bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak berguru pada ibu. Jadi setidaknya bisa dibayangkan, jika di setiap rumah tangga itu terdapat ibu-ibu yang baik maka sangat bisa diharapkan akan lahir pula anak-anak yang hebat dari sana. Yang pada akhirnya semua itu akan membentuk peradaban yang cerdas dan berkarakter.

Namun realita seringkali tidak berbanding lurus dengan pemikiran dan harapan. Permasalahan klasik yang dewasa ini banyak terjadi adalah semakin pudarnya paradigma bahwa ibu hanyalah hal yang wajar dari setiap kehidupan. Tidak ada istimewa dan tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang ibu, baiasa saja. Bisa jadi anggapan para gadis saat ini adalah yang penting nanti bisa menikah (syukur dengan orang yang dicinta), hamil, dan bisa melahirkan dengan selamat. Bahkan menurut mini observasi yang pernah aku lakukan terhadap beberapa gadis tersebut, jarang dari mereka yang menyebutkan “pingin jadi ibu yang luar biasa” ketika sudah punya anak kelak.

Kebanyakan dari mereka justru cenderung kepada mau mereka apakan anak-anaknya kelak. Seperti sedikit kutipan percakapanku dengan salah satu dari mereka dibawah ini:
Aku: wah..adeknya cantik banget yaahh.., namanya siapa..? (sapaku pada ibu muda yang sedang menggendong putrinya yang kira-kira berusia 6 bulan), dia adalah tetanggaku, usianya hanya selisih beberapa tahun di atasku.
Ibu itu:”hehe, iya nih mbak..., besok kalau besar mau jadi artis og ya nduk..” (sambil tersenyum bangga)
Aku: glegg *nelen ludah, sambil senyum terpaksa karna takjub.
Aduuhhh, sebenarnya ada apa sih dengan dunia akhir-akhir ini.., semakin aneh-aneh aja orangnya, hehe.

Seketika aku jadi sedikit sedih, bagaimana bisa seperti itu..?, trus dimana aku harus meletakkan harapan-harapanku untuk ikut membangun peradaban yang baik, yang berkualitas, dan berkarakter. Belum tentu juga jika diposisi serupa aku bisa sebaik atau bahkan lebih baik dari ibu-ibu itu tadi..., uhmm, jadi sedih...
Tapi setidaknya aku pernah punya mimpi untuk berbuat baik, ingin menjadi ibu yang baik, yang hebat, dan melahirkan anak-anak hebat pula. Punya komunitas yang seperti itu juga termasuk dalam cita-citaku. Jadi apakah kamu mau menemaniku untuk meraih mimpiku?..apakah kamu mau untuk menemaniku agar bisa menjadi seperti itu..?. ayolah...

Kita saling mengingatkan kalo salah satunya salah, kita saling menguatkan jika salah satunya lemah, dan kita saling membantu jika salah satunya butuh.
Setidaknya kelak kita bisa mendengar celoteh kecil buah hati kita, mereka berkata: “IBU ADALAH SEGALAKU”.

Sunday, August 5, 2012

Maafkan aku cinta
Aku tak bisa bersamamu saat ini
Maafkan aku cinta
Aku tak bisa menyayangimu saat ini
Tapi kelak akan kutunjukkan betapa besar cinta dalam hati
Dengan mata, mulut, dan telinga
Karna cintaku adalah sempurna
Layaknya mawar yang diberikan majnun pada laila,
untuk memuja kesempurnaannya
karna cintaku adalah tulus
layaknya surya yang terus bersinar tanpa lelah
karna cintaku adalah bahagia
layaknya si buta yang mampu melihat indahnya pelangi
ku bersyukur dengan cintamu
dan ku kan terus menyayangimu dengan sempurna, tulus, dan bahagia

Friday, August 3, 2012

jika sekarang kau tetapkan aku tidak bisa melakukan apa-apa, kemudian kau datangkan mereka yang butuh untuk ku bantu. maka tolong hitunglah ini sebagai amalku pengganti dari ketidak berdayaanku.
aku masih dan akan selalu yakin, bila aku membantu memudahkan urusan orang lain maka Kaupun akan memudahkan urusanku.

Delanggu, 04/08/'12 at 1.40 a.m

Sunday, July 22, 2012

NAHKODA HEBAT TIDAK LAHIR DARI LAUTAN TENANG

Orang sukses dan hebat adalah orang yang punya karir bagus, uang banyak, bentuk tubuh ideal dan perjalanan hidup yang dipenuhi kemudahan. Kira-kira begitulah penilaian klasik masyarakat saat ini jika ditanya tentang apa itu orang hebat. Maka kitapun tak jarang menjadi merasa jadi pecundang ketika hidup menemui banyak kesulitan. Bahkan sesekali berpikir bahwa kita mungkin termasuk salah satu orang dengan nasib yang kurang baik.

Rekam jejak bercerita, bahwa tidak selalu perjalanan hidup itu menyenangkan, tidak selamanya moment yang dilewati terasa mudah. Tak jarang juga berada pada titik terendah pertahanan, nyaris putus asa. Dan ketika sudah begitu konsep diri menjadi memburuk. Seraya menyalahkan diri mengapa aku tidak bisa meraih capaian seperti oranglain. Dengan hilir sebuah pertanyaan yang sedikit menyakitkan, “apakah mimpi kita layak untuk diperjuangkan?”.

FILOSOFI KECOA
Aku teringat dengan guru biologiku waktu kelas satu Madrasah Aliyah. Setelah menjelaskan tentang system saraf binatang tiba-tiba beliau mengajukan sebuah pertanyaan yang sekilas tampak mudah. “binatang ber sel banyak apakah yang paling kuat?”. Seketika kami (murid-murid beliau) menyebutkan macam-macam nama binatang yang berkesan “GAGAH”, “harimau…, singa…, gajah.., paus..,..”. tetapi tanpa kami duga beliau bilang “SALAH”.., binatang ber sel banyak yang paling kuat adalah “kecoa”.

Belakangan baru aku tahu bahwa ternyata kecoa adalah satu-satunya jenis binatang ber sel banyak yang tidak mati walaupun kepala dan badannya terpisah (putus). Kecoa masih bisa bertahan hidup dengan kondisi badan tanpa kepala selama kurang lebih seminggu sebelum akhirnya mati kelaparan. Meskipun kecoa adalah binatang yang secara wujud tampak lemah dan tidak punya keistimewaan apa-apa. Tapi ternyata secara “kualitas” dia terbukti hebat. Bisa bertahan dalam keadaan yang binatang lain tidak bisa melakukannya. Horrreeee

Dari sana aku simpulkan, terkadang memang manusia menilai sesuatu dari wujud yang tampak saja dan bukan dari apa yang terkandung didalamnya. Kontrol sosial menilai bahwa capaian fisik adalah yang utama. Mereka yang punya karir bagus, tubuh sempurna, dan jalan hidup yag serba mudahlah yang dianggap hebat. Sedang yang sebaliknya adalah orang yang payah dan perlu dikasihani. Tetapi dari kecoa aku belajar sebaliknya. Aku menjadi lebih menghargai “makna” yang terkandung dalam sebuah wujud daripada apa yang tampak.

Ketika bertemu orang dengan cacat tubuh (tidak punya kaki yang sempurna) kemarin, aku bilang bahwa dia jauh lebih hebat dari aku. Kualitas personalnya tinggi sehingga dia bisa tetap menjalani hidup dengan senyum meski keadaannya jauh dari “sempurna”. Dan aku, jika dengan keadaan demikian belum tentu aku bisa setabah dia. Aku lebih suka memuji pegawai rendahan yang jujur daripada pejabat bermobil Alphard yang rakus. Dan aku lebih suka mendoakan untuk kebaikan orang yang selalu bersungguh-sungguh demi mencapai keinginannya daripada orang yang sukses dengan cara haram.

Jadi aku katakan, jika saat ini kita sedang diuji dengan situasi sulit, atau belum ada pencapaian seperti yang kita harapkan. Jangan terlalu terburu-buru untuk memberi label pada diri kita, bahwa kita adalah pecundang, bahwa impian kita tidak lagi layak untuk diperjuangkan. Karena sebenarnya sama sekali tidak seperti itu. Tetapi percayalah, bahwa kita adalah calon orang hebat dengan kualitas personal yang tinggi. Bahwa mimpi kita sangat layak untuk diperjuangkan. Allah memberi “level kesulitan” dalam “permainan” hidup kita sepadan dengan capaian apa yang kita impikan. Tetap tabah dan bersungguh-sungguh. Karena nahkoda hebat tidak terlahir dari lautan yang tenang.

Sunday, June 10, 2012

HOMO HOMINI LUPUS

Oleh: Rindang Resita Rizki

Jam 23.24 WIB, aku terbangun. Dan ternyata diluar sedang hujan. Entah kenapa malam ini hatiku gelisah, mau tidur lagi rasanya susah, nggak kayak biasanya yang begitu kebangun sedetik kemudian udah merem lagi.
Aku jadi ingat beberapa hal yang sungguh akhir-akhir ini sepertinya sudah sangat mengganggu kinerja otakku. Tadi siang aku beredar di Solo untuk memenuhi beberapa kebutuhanku, dan ditengah jalan ketika aku mengendarai sepeda motor tiba-tiba melintas di depanku bapak tukang becak mengayuh becaknya nyeberang jalan sambil mengangkat tangannya keatas. “maksudnya apa coba?”, batinku.., ih bapak ini kayaknya rada nggak waras kali ya..udah tahu dibelakangnya banyak kendaraan, kenceng-kenceng pula,hmmphh. aku ngerem ndadak biar nggak tubrukan sama becak nggak berkarakter itu, NYARISS. Dan nggak cuma aku, empat detik kemudian setelah bapak becak itu mengangkat tangannya sambil nyebrang jalan raya, kendaraan-kendaraan yang juga sedang melintas barengan sama aku langsung pada nglakson gemes. Oh Ya Allah…, sudah…, aku deg-degan.
Homo homini lupus. Adalah istilah untuk menjelaskan bahwa dalam keadaan yang sangat terdesak maka manusia akan cenderung mendahulukan kebutuhan dirinya untuk terpenuhi, tidak lagi peduli orang lain mau gimana, yang penting dirinya selamat.
Misal, ada 20 orang tak sekap dalam satu ruangan yang sempit dan nggak ada lubang ventilasi sama sekali, cuma tak kasih lubang satu dan cuma sebesar ujung hidung manusia normal. Maka yang mungkin akan terjadi adalah ke-20 orang itu akan berebut untuk bisa menempelkan hidung mereka ke lubang itu untuk dapat mengambil udara segar dari luar agar bisa bertahan hidup. Tidak peduli orang lain yang disebelahnya akan mati perlahan karna kehabisan oksigen atau tidak. Ahli psikologi mengidentifikasi hal itu sebagai tindakan yang manusiawi. Tetapi perlu dicatat bahwa itu HANYA jika keadaannya sangat mendesak sekali, dan jika sudah akan berakibat pada kematian.
Istilah tersebut adalah pengetahuan pertama yang aku dapat dari dosen sosiologiku waktu aku kuliah sosiologi semester satu dulu kala. Aku masih inget sama dosennya, namanya Bu Tuti Hardjajani,M.Si J, terimakasih bu Tuti.. J.
Oke, sebelumnya aku masih bisa berpikir positif terhadap sikap bapak becak yang bahaya itu. Oh mungkin emang beliau lagi keburu-buru, oh mungkin emang penumpangnya yang bawel pingin cepet sampai, atau mungkin bapaknya selak kebelet pipis jadi akal sehatnya cuma bisa beroperasi setengah waktu nyeberang tadi, aku masih melakukan banyak pemakluman. Tapi beberapa menit kemudian setelah aku lihat impact yang terjadi dikarenakan ulah bapak becak itu aku jadi berubah pendapat, bahwa menurutku bapak becak itu egois sama sekali, tidak berkarakter. Bagaimana mungkin dia bisa bersikap sedemikian bodoh hingga sama sekali tidak mempedulikan lagi keselamatan orang lain yang ada disekitarnya. Padahal jika dia berhenti sebentar saja untuk menunggu jalan luang agar bisa menyeberang juga tidak akan matii, kecuali kalau takdir Allah mengatakan saat itu tiba-tiba dia kena serangan jantung.
Beberapa hari yang lalu aku juga di bagi note sama salah satu sahabat terbaikku, namanya Arfi Nurul Hidayah. Diapun mengalami hal yang hampir sama denganku. Ketika naik bus umum dia lihat ibu-ibu disebelahnya nyerobot tempat duduk dan kemudian dengan santainya makan cemilan tanpa mempedulikan kondisi orang-orang disebelahnya yang sedang berdesakan tak nyaman sama sekali. Padahal arfi cerita saat itu suasana lagi crowded banget. Dia juga sempat heran dengan sikap ibu-ibu itu, kenapa bisa sebegitu cueknya dengan keadaan sekitar, ironis.
Sikap mereka itu tidak bisa dimasukkan dalam jajaran contoh perilaku Homo homini lupus, karena mereka berbuat mengabaikan sesama pada saat lingkungan masih sangat berpihak, masih cukup kondusif, tidak terlalu menekan, dan kalau mereka tidak melakukan itu mereka tidak akan mati. Justru sebaliknya, manusia-manusia tersebut seharusnya bisa sedikit berlapang dada untuk menggunakan rasa pedulinya, rasa kasihnya, dan rasa saling menjaganya kepada sesama, dan itulah yang aku sebut dengan perilaku berkarakter.
                                                          *******
Banyak hal yang sudah aku saksikan di tahun 2012 ini, dan menurutku itu sangat menyakitkan. Berapa banyak orang yang katanya pintar dan mempunyai gelar sangat panjang di belakang namanya melakukan kejahatan, dan ujung-ujungnya mereka kebal hukum karena punya banyak uang. Karena punya jabatan yang tinggi dan disegani orang disana sini. Maka apa orang seperti itukah yang memang layaknya dihormati dan disegani???, aku tanya.
Dari level tukang becak, ibu-ibu rumah tangga, pejabat rendah, pejabat nanggung, hingga pejabat tinggi nan terhormat. Mengapa kelakuan mereka tidak jauh beda?, mayoritas seperti itu. Tidak peduli dengan kenyamanan orang lain dan yang penting dirinya sendiri bisa hidup nyaman. Padahal sudah tidak perlu dijelaskan lagi bahwa tingkatan ilmu mereka pastilah berbeda. Bukankah kata guru SD ku dulu bahwa ilmu itu menentukan baik tidaknya perilaku seseorang?, gitu nggak sih?.
Aku jadi berfikir, apa memang peradaban jaman sekarang itu sudah sedemikian mengerikannya ya?, apa memang benar kata orang-orang yang bilang bahwa jaman sekarang itu kalau masih mempraktekkan pola hidup yang baik justru malah hancur?, karena nggak jarang aku dengar mereka bilang “jaman sekarang mbak..wong jujur itu malah ajur”. Jadi, apa sebaiknya kita tidak usah berlaku jujur saja?, apa kita tidak perlu lagi peduli dengan orang lain saja?, apakah memang harus begitu agar kita bisa bertahan hidup dan bisa hidup dengan layak?.
Andai Rosululloh punya akun facebook mungkin aku akan menulis di wall beliau pertanyaan seperti itu. Karna aku yakin beliau akan mereplay ku dengan jawaban “tentu tidak Rindang.. J”, disertai senyum dibelakangnya. Karena memang tidak seperti itu bukan seharusnya kita bersikap?..:-)
Duapuluh empat tahun tujuh hari sudah aku selalu bernafas dengan udaranya Allah, berjalan dibuminya Allah, makan makanan dari makhluknya Allah, dan minum dengan airnya Allah. Sudah banyak rasanya hal salah yang aku lakukan, meski itu aku lakukan tanpa sengaja. Seperti dulu ketika aku juga tanpa sengaja memecahkan gelasnya ibu sewaktu aku berumur 5 tahun. Tapi tetap, rasanya sangat menyesal dan merasa sangat gelo, seketika seperti tak tahu harus berbuat apa. Dalam hati mengutuk diri kenapa tadi aku tidak memegang gelas itu dengan kuat dan hati-hati sehingga tidak jatuh dan pecah :-(
Banyak hal yang belum aku mengerti tentang dunia. Aku baru tahu kalau ternyata kehidupan tidak lebih mudah dari belajar berenang di kedalaman 3 meter. Aku baru tahu kalau ternyata membangun peradaban yang baik dan mulia lebih rumit daripada menyelesaikan soal matematika integral seperti ketika aku kelas 3 SMA dulu. Dan satu hal yang paling dapat aku simpulkan, dari semua hal yang aku lihat hingga tahun 2012 ini adalah “Orang sukses dengan uang banyak dan jabatan yang tinggi itu sudah begitu banyak dan sudah sangat biasa, tetapi orang sukses dengan karakter yang mulia plus mempunyai kualitas diri yang baik itu masih bisa dihitung dengan jari”, dan tipe yang terakhir adalah cita-citaku, setidaknya aku selalu berdoa seperti itu :-)
Aku selesai menulis tulisan ini tepat pada sepertiga malam-Nya. Minggu, 10 Juni 2012, 02.26 p.m. dan malaikat ada dibelakangku untuk kemudian menyampaikan pintaku pada-Nya. Setidaknya lagi aku berharap begitu :-)

Saturday, May 5, 2012

Terimakasih, Engkau selalu memperhatikanku


Oleh: Rindang Resita Rizki

 

Manusia adalah makhluk Allah yang paling unik, khususnya jika dilihat dari segi psikologis. Salah satu hal paling menarik yang mungkin penting untuk disadari yaitu keinginan untuk selalu diperhatikan, hal ini bisa dilihat dari keinginan manusia  yang ingin mendapat respon setiap kali melakukan sesuatu. Bahkan beberapa teori psikologi menjelaskan tentang pentingnya makna reward (ganjaran) atas setiap perbuatan baik yang sudah dilakukan manusia, bahwa reward mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku manusia.

Agar menjadi lebih sederhana dan mudah untuk dipahami mari kita spesifikkan bahasan tentang reward yang berkaitan dengan ibadah. Sebagai seorang muslim tentu tidak ada sedetikpun dari kehidupan kita yang terlepas dari ibadah, baik ibadah hati, lisan, maupun jawarih (anggota badan), termasuk juga ibadah solat yang kita lakukan minimal lima kali dalam sehari.

Sebagai ibadah yang paling pokok, idealnya seorang muslim selalu menjaga solatnya terlebih mengenai kekhusyukan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang kesibukan kita sehari-hari membuat kekhusyukan solat kita menjadi berkurang, bahkan tidak sedikit dari kita yang mengeluh bahwa mereka seringkali sulit untuk mencapai kekhusyukan. Hal itu diperparah dengan adanya anggapan bahwa solat merupakan komunikasi satu arah, manusia kepada Tuhan dan tidak sebaliknya.

Jika mengingat tentang kebutuhan psikis manusia terkait dengan kebutuhan untuk diperhatikan dan diberi reward seperti yang telah kita bahas diawal maka hal itu bisa dikatakan wajar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kita sering merasa sulit untuk mencapai predikat “khusyuk” ketika solat karena merasa “dicuekin” oleh Allah. Kita merasa bahwa ketika solat hanya melakukan komunikasi satu arah, kita berdoa dan tidak ada tanggapan langsung dari Allah sehingga tak jarang ritual ibadah solatpun dengan sangat mudah menjadi terasa hambar. Tetapi beberapa hari yang lalu secara tidak sengaja saya menemukan hadist qudsi yang menjelaskan tentang betapa Allah ternyata sangat menghargai setiap perilaku kita, Sungguh Dia Maha Pembalas Budi (Assyakuur) dan Maha Pemberi Balasan (Almuntaqiim).

Hadist Qudsi:

“Aku membagi solat antara Aku dengan hamba-Ku dalam dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia membaca (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), Allah menjawab:”Hamba-Ku memujiKu”, jika ia membaca (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), Allah menjawab: “Hamba-Ku menyanjungKu”, jika ia membaca (Yang menguasai hari pembalasan), Allah menjawab:”Hamba-Ku mengagungkanKu”, jika ia membaca (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya pada-Mu kami mohon pertolongan), Allah menjawab:”Ini urusan antara Aku dan HambaKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta”. apabila ia membaca (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Kau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat), Allah menjawab:”ini bagianKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta”. HR.Muslim.

Tidak asing bukan dengan bacaan diatas? bacaan tersebut adalah terjemah dari surat Al fatihah yang selalu kita baca setiap solat. Jadi apakah sekarang sudah bisa dipahamai bahwa ternyata Allah sama sekali tidak pernah “nyuekin” kita setiap kali kita melakukan ibadah solat. Sungguh Allah menegaskan sekali lagi kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar (Assamii’), Maha Mengabulkan (Al Mujiib), Maha Dibutuhkan dan tempat meminta (Assamad), dan Maha Penderma (Al Barri) seperti yang sudah Dia tetapkan dalam asma’ul husna. Begitu juga jika ditinjau dari sisi psikologis, Allah selalu memberi reward setiap kita melakukan suatu kebaikan.

Semenjak saya mengetahui tentang hal itu dan semakin mengerti betapa Allah adalah Rabb yang sangat sayang kepada hamba-Nya, entah mengapa saya selalu mempunyai gairah lebih setiap kali akan menjalankan solat, karena saya merasa diperhatikan dan didengar, dan saya tidak ragu lagi ketika akan meminta lebih kepada Dzat yang Maha Dibutuhkan dan tempat meminta, sehingga saya dapat lebih mudah untuk mencapai predikat “khusyuk”. Terimakasih wahai Rabb, karena Engkau selalu memperhatikanku.


Referensi:

Alquran Alkarim

Ammar, Abu. (2009). Mizanul Muslim 1, Barometer Menuju Muslim Kaffah. Solo: AL AMIN

Djamarah, Syaiful Bahri. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta