Oleh: Rindang Resita
Rizki
Manusia
adalah makhluk Allah yang paling unik, khususnya jika dilihat dari segi
psikologis. Salah satu hal paling menarik yang mungkin penting untuk disadari
yaitu keinginan untuk selalu diperhatikan, hal ini bisa dilihat dari keinginan
manusia yang ingin mendapat respon setiap kali melakukan sesuatu.
Bahkan beberapa teori psikologi menjelaskan tentang pentingnya makna reward (ganjaran) atas setiap perbuatan
baik yang sudah dilakukan manusia, bahwa reward
mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku manusia.
Agar
menjadi lebih sederhana dan mudah untuk dipahami mari kita spesifikkan bahasan tentang
reward yang berkaitan dengan ibadah.
Sebagai seorang muslim tentu tidak ada sedetikpun dari kehidupan kita yang
terlepas dari ibadah, baik ibadah hati, lisan, maupun jawarih (anggota badan),
termasuk juga ibadah solat yang kita lakukan minimal lima kali dalam sehari.
Sebagai
ibadah yang paling pokok, idealnya seorang muslim selalu menjaga solatnya terlebih
mengenai kekhusyukan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang kesibukan
kita sehari-hari membuat kekhusyukan solat kita menjadi berkurang, bahkan tidak
sedikit dari kita yang mengeluh bahwa mereka seringkali sulit untuk mencapai kekhusyukan.
Hal itu diperparah dengan adanya anggapan bahwa solat merupakan komunikasi satu
arah, manusia kepada Tuhan dan tidak sebaliknya.
Jika
mengingat tentang kebutuhan psikis manusia terkait dengan kebutuhan untuk
diperhatikan dan diberi reward seperti
yang telah kita bahas diawal maka hal itu bisa dikatakan wajar. Secara
sederhana dapat disimpulkan bahwa kita sering merasa sulit untuk mencapai
predikat “khusyuk” ketika solat karena merasa “dicuekin” oleh Allah. Kita
merasa bahwa ketika solat hanya melakukan komunikasi satu arah, kita berdoa dan
tidak ada tanggapan langsung dari Allah sehingga tak jarang ritual ibadah
solatpun dengan sangat mudah menjadi terasa hambar. Tetapi beberapa hari yang
lalu secara tidak sengaja saya menemukan hadist qudsi yang menjelaskan tentang betapa
Allah ternyata sangat menghargai setiap perilaku kita, Sungguh Dia Maha
Pembalas Budi (Assyakuur) dan Maha Pemberi Balasan (Almuntaqiim).
Hadist Qudsi:
“Aku membagi solat
antara Aku dengan hamba-Ku dalam dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
Jika ia membaca (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), Allah
menjawab:”Hamba-Ku memujiKu”, jika ia membaca (Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang), Allah menjawab: “Hamba-Ku menyanjungKu”, jika ia membaca (Yang
menguasai hari pembalasan), Allah menjawab:”Hamba-Ku mengagungkanKu”, jika ia
membaca (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya pada-Mu kami mohon
pertolongan), Allah menjawab:”Ini urusan antara Aku dan HambaKu, dan bagi
hambaKu apa yang ia minta”. apabila ia membaca (Tunjukkanlah kami jalan yang
lurus yaitu jalan orang-orang yang Kau beri nikmat, bukan jalan orang-orang
yang Kau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat), Allah menjawab:”ini
bagianKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta”. HR.Muslim.
Tidak
asing bukan dengan bacaan diatas? bacaan tersebut adalah terjemah dari surat Al
fatihah yang selalu kita baca setiap solat. Jadi apakah sekarang sudah bisa
dipahamai bahwa ternyata Allah sama sekali tidak pernah “nyuekin” kita setiap
kali kita melakukan ibadah solat. Sungguh Allah menegaskan sekali lagi kepada
kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar (Assamii’), Maha Mengabulkan (Al
Mujiib), Maha Dibutuhkan dan tempat meminta (Assamad), dan Maha Penderma (Al
Barri) seperti yang sudah Dia tetapkan dalam asma’ul husna. Begitu juga jika
ditinjau dari sisi psikologis, Allah selalu memberi reward setiap kita melakukan suatu kebaikan.
Semenjak
saya mengetahui tentang hal itu dan semakin mengerti betapa Allah adalah Rabb
yang sangat sayang kepada hamba-Nya, entah mengapa saya selalu mempunyai gairah
lebih setiap kali akan menjalankan solat, karena saya merasa diperhatikan dan
didengar, dan saya tidak ragu lagi ketika akan meminta lebih kepada Dzat yang Maha
Dibutuhkan dan tempat meminta, sehingga saya dapat lebih mudah untuk mencapai
predikat “khusyuk”. Terimakasih wahai Rabb, karena Engkau selalu
memperhatikanku.
Referensi:
Alquran Alkarim
Ammar, Abu. (2009).
Mizanul Muslim 1, Barometer Menuju Muslim Kaffah. Solo: AL AMIN
Djamarah, Syaiful
Bahri. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta