Saturday, May 5, 2012

Terimakasih, Engkau selalu memperhatikanku


Oleh: Rindang Resita Rizki

 

Manusia adalah makhluk Allah yang paling unik, khususnya jika dilihat dari segi psikologis. Salah satu hal paling menarik yang mungkin penting untuk disadari yaitu keinginan untuk selalu diperhatikan, hal ini bisa dilihat dari keinginan manusia  yang ingin mendapat respon setiap kali melakukan sesuatu. Bahkan beberapa teori psikologi menjelaskan tentang pentingnya makna reward (ganjaran) atas setiap perbuatan baik yang sudah dilakukan manusia, bahwa reward mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku manusia.

Agar menjadi lebih sederhana dan mudah untuk dipahami mari kita spesifikkan bahasan tentang reward yang berkaitan dengan ibadah. Sebagai seorang muslim tentu tidak ada sedetikpun dari kehidupan kita yang terlepas dari ibadah, baik ibadah hati, lisan, maupun jawarih (anggota badan), termasuk juga ibadah solat yang kita lakukan minimal lima kali dalam sehari.

Sebagai ibadah yang paling pokok, idealnya seorang muslim selalu menjaga solatnya terlebih mengenai kekhusyukan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang kesibukan kita sehari-hari membuat kekhusyukan solat kita menjadi berkurang, bahkan tidak sedikit dari kita yang mengeluh bahwa mereka seringkali sulit untuk mencapai kekhusyukan. Hal itu diperparah dengan adanya anggapan bahwa solat merupakan komunikasi satu arah, manusia kepada Tuhan dan tidak sebaliknya.

Jika mengingat tentang kebutuhan psikis manusia terkait dengan kebutuhan untuk diperhatikan dan diberi reward seperti yang telah kita bahas diawal maka hal itu bisa dikatakan wajar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kita sering merasa sulit untuk mencapai predikat “khusyuk” ketika solat karena merasa “dicuekin” oleh Allah. Kita merasa bahwa ketika solat hanya melakukan komunikasi satu arah, kita berdoa dan tidak ada tanggapan langsung dari Allah sehingga tak jarang ritual ibadah solatpun dengan sangat mudah menjadi terasa hambar. Tetapi beberapa hari yang lalu secara tidak sengaja saya menemukan hadist qudsi yang menjelaskan tentang betapa Allah ternyata sangat menghargai setiap perilaku kita, Sungguh Dia Maha Pembalas Budi (Assyakuur) dan Maha Pemberi Balasan (Almuntaqiim).

Hadist Qudsi:

“Aku membagi solat antara Aku dengan hamba-Ku dalam dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia membaca (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), Allah menjawab:”Hamba-Ku memujiKu”, jika ia membaca (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), Allah menjawab: “Hamba-Ku menyanjungKu”, jika ia membaca (Yang menguasai hari pembalasan), Allah menjawab:”Hamba-Ku mengagungkanKu”, jika ia membaca (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya pada-Mu kami mohon pertolongan), Allah menjawab:”Ini urusan antara Aku dan HambaKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta”. apabila ia membaca (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Kau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat), Allah menjawab:”ini bagianKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta”. HR.Muslim.

Tidak asing bukan dengan bacaan diatas? bacaan tersebut adalah terjemah dari surat Al fatihah yang selalu kita baca setiap solat. Jadi apakah sekarang sudah bisa dipahamai bahwa ternyata Allah sama sekali tidak pernah “nyuekin” kita setiap kali kita melakukan ibadah solat. Sungguh Allah menegaskan sekali lagi kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar (Assamii’), Maha Mengabulkan (Al Mujiib), Maha Dibutuhkan dan tempat meminta (Assamad), dan Maha Penderma (Al Barri) seperti yang sudah Dia tetapkan dalam asma’ul husna. Begitu juga jika ditinjau dari sisi psikologis, Allah selalu memberi reward setiap kita melakukan suatu kebaikan.

Semenjak saya mengetahui tentang hal itu dan semakin mengerti betapa Allah adalah Rabb yang sangat sayang kepada hamba-Nya, entah mengapa saya selalu mempunyai gairah lebih setiap kali akan menjalankan solat, karena saya merasa diperhatikan dan didengar, dan saya tidak ragu lagi ketika akan meminta lebih kepada Dzat yang Maha Dibutuhkan dan tempat meminta, sehingga saya dapat lebih mudah untuk mencapai predikat “khusyuk”. Terimakasih wahai Rabb, karena Engkau selalu memperhatikanku.


Referensi:

Alquran Alkarim

Ammar, Abu. (2009). Mizanul Muslim 1, Barometer Menuju Muslim Kaffah. Solo: AL AMIN

Djamarah, Syaiful Bahri. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

No comments:

Post a Comment