Thursday, August 30, 2012

SOLO BERKARAKTER

Sebuah kota yang maju adalah kota yang besar, mempunyai banyak gedung pencakar langit, dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Kira-kira seperti itulah penilaian klasik masyarakat jika ditanya tentang bagaimana definisi kota yang maju. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan persepsi itu. Memang benar bahwa definisi kota yang maju salah satunya adalah demikian. Namun fenomena bercerita bahwa di lini lain banyak hal yang terkadang bertumbuh tidak sejalan, yaitu faktor immateriil. Gedung bertingkat tinggi nyatanya tidak jarang justru dijadikan sebagai media bunuh diri. Penyakit masyarakat yang merajalela atau perilaku masyarakat yang semakin hari semakin apatis, baik secara sosial maupun moral semakin memperjelas bahwa tidak bijak rasanya jika kita menilai sebuah peradaban hanya dari bentuk fisiknya saja.

Sejarah dinamika sosial berkisah bahwa perubahan yang tidak seimbang antara materiil dengan immateriil dapat memicu permasalahan tertentu dalam suatu daerah atau kota. Pembangunan yang hanya difokuskan pada fisik atau non fisik saja seringkali menjadi kambing hitam dari semua masalah yang muncul. Komposisi masyarakat yang sangat heterogen, dengan pandangan dan pola pikir yang heterogen pula, jika tidak disikapi dengan bijak maka tak jarang akan berhilir pada kacaunya tatanan sosial sebuah kota.

SOLO BERKARAKTER
Kota kecil dengan suhu udara ideal dan letak geografi yang strategis. Kira-kira begitu kesan pertama kebanyakan orang jika ditanya tentang kota Solo. Tetapi ternyata tidak hanya itu, secara non fisikpun kota Solo mempesona. Masyarakat yang ramah dan berbudaya, yang tetap menjunjung tinggi norma meski bertahun-tahun dilingkupi oleh pembangunan fisik yang sangat pesat. Tetap memiliki kepedulian sosial tinggi meski dikepung oleh banyak arus modernisasi. Mengapa demikian?, padahal jika ditinjau secara mendalam kota Solo mempunyai masyarakat yang sangat heterogen yang terdiri dari berbagai kalangan. Komposisi penduduk yang bermukim di Kota Solo pun sangat beragam, baik dari tingkat pendidikan, agama, ras, maupun kualitas ekonomi.

Pembangunan yang seimbanglah yang menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Tidak hanya terfokus pada pembangunan fisik tetapi pembangunan karakter juga ditekankan.
Rasa memiliki (sense of belongingness) seseorang yang tinggi terhadap sesuatu akan sangat mempengaruhi kemauan individu tersebut untuk selalu menjaga dan merawat apa yang dia rasa miliki. Begitu juga yang terjadi dengan masyarakat kota Solo. “Rasa memiliki” dan rasa bangga mempunyai kota yang mempesona merupakan salah satu alasan mengapa mereka tetap gigih mempertahankan nilai luhur yang menjadi ciri khas daerahnya, meskipun gempuran modernisasi semakin kuat. Selain itu tingkat ketaatan yang tinggi kepada pemimpin juga disebabkan oleh berhasilnya pencitraan kota atau “city branding” yang dibentuk. Yang pada akhirnya semakin mempertebal sense of belongingness masyarakat.

Perpaduan harmonis antara aroma etnic yang tetap terjaga dan perubahan fisik kota yang signifikan menjadikan Solo semakin berkarakter. Sajian budaya yang sangat kental yang menjadi ciri khas Solo juga memberikan psikoterapi tersendiri bagi setiap orang, baik yang berdomisili di Solo ataupun hanya sekedar sebagai pengunjung. Hal ini berkaitan erat dengan teori kebutuhan dari Abraham Maslow. Bahwa rasa aman dan nyaman yang tercipta dapat membantu memenuhi kebutuhan psikis manusia, dalam hal ini adalah kebutuhan akan rasa aman dan nyaman (need of safety).
Kearifan yang dimiliki oleh setiap warga menjadi bukti konkret bahwa secara psikologis masyarakat sudah matang. Sehingga ketika suatu saat terjadi hal-hal yang bersifat provokatif maka masyarakat akan dapat menyikapinya dengan bijak.

Permasalahan yang setiap kali muncul sebagai jadwal wajib dari sebuah kehidupan, dapat dihadapi dengan baik pula. Meskipun terkadang realita menunjukkan masih adanya ketidak kompakan seratus persen dalam hal kebaikan, atau jika secara kasar dikatakan masih ada pelanggaran terhadap norma-norma. Namun secara esensi, pada dasarnya kekurangan hanyalah salah satu wujud dari skenario kehidupan yang akan berakhir pada pembelajaran.

Tetapi diluar itu terdapat potensi luar biasa yang dimiliki Kota Solo untuk menuju kepada kesuksesan, karena Solo adalah Kota berkarakter. Masyarakat yang kooperatif dengan kapasitas personal yang tinggi merupakan salah satu aset penting dalam mewujudkan sebuah tatanan kota yang ideal dan berkualitas. Karena jika dikatakan fisik kota adalah sebuah raga, maka masyarakat yang ada didalamnya adalah jiwanya. Ruh yang senantiasa memberi nilai kehidupan dan mempengaruhi semua aktifitas yang terjadi didalamnya.

Akan memerlukan energi yang sangat besar ketika suatu daerah atau kota ingin dijadikan maju jika masyarakatnya tidak baik. Dan sangat sulit jika menginginkan suatu kota menjadi berhasil bila tanpa memperhatikan pendidikan karakter masyarakatnya. Sebaliknya jika semua sudah tertata dengan baik. Terjadi keseimbangan antara pertumbuhan materiil dan immateriil, masyarakat yang selalu kooperatif dalam menjalankan roda kehidupan, maka secara otomatis tidak akan sulit mewujudkan kesuksesan kumulatif bagi sebuah kota. Dan karena Kota Solo adalah salah satunya maka akan sangat mungkin bagi kita untuk dapat mewujudkan Solo Raya sukses bersama.

Thursday, August 9, 2012

Ibu adalah segalaku

Bulan puasa ini sepertinya terasa lebih berkesan. Bagaimana tidak, sejenak teringat kondisiku pada bulan ramadhan tahun lalu. Tepat pada hari ke sepuluh ramadhan aku jatuh sakit dan terpaksa di opname di rumah sakit. Ibu yang biasanya disibukkan dengan aktivitas mengurus adik-adikku seketika banting setir berpindah fokus, mengurusku. Di wajahnya tersirat kecemasan luar biasa yang tertahan ketika aku masuk ruang gawat darurat, entah ditahan atau memang tidak pernah sempat diungkapkan. Ada rasa GR di hatiku, ternyata cuma karna aku sakit begini saja ibu sudah secemas itu, horeeee, hihi. Jadilah sehari-hari aku semakin dekat dengannya, makan disuapin, minum diambilin, dipegangin gelasnya, ke kamar mandi pun ditemenin. Begitulah ibu selalu menemaniku tanpa menjauh sedikitpun, tanpa mengeluh meskipun proses puasanya jadi sangat apa adanya, dengan menu sahur dan buka seadanya, hiks..sediihh.

Aku tidak pernah tahu mengapa Allah menciptakan makhluk sehebat itu. Software apakah yang diinstal di raga itu sehingga dia mampu berbuat demekian. Bukan hanya itu, masih banyak kisah yang membuktikan bahwa dia bukanlah makhluk biasa. Banyak cerita yang semakin meyakinkan bahwa pasti tidak begitu saja tujuan dia diciptakan. Dia ada ketika kedukaan datang, dia disisi ketika orang tersayangnya terluka, dia disamping ketika anak-anaknya butuh sandaran, dan dia adalah ibu.

Jika kamu adalah wanita, maka aku bilang diawal diskusi ini “mari bersyukur”, karena kelak pasti kamu akan menjadi ibu. In sya Allah. Dan seperti diatas tadi aku katakan, bahwa pasti tidak begitu saja tujuan kita diciptakan. Kalau aku katakan kita diciptakan untuk melakukan hal yang besar apakah kamu setuju?..

“al ummu madrosatun, al ummu madrasatul ula”, ibu adalah sekolah, ibu adalah sekolah yang pertama bagi anak-anak. Dan karena tidak ada manusia di dunia ini yang lahir tanpa seorang ibu maka bisa disimpulkan bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak berguru pada ibu. Jadi setidaknya bisa dibayangkan, jika di setiap rumah tangga itu terdapat ibu-ibu yang baik maka sangat bisa diharapkan akan lahir pula anak-anak yang hebat dari sana. Yang pada akhirnya semua itu akan membentuk peradaban yang cerdas dan berkarakter.

Namun realita seringkali tidak berbanding lurus dengan pemikiran dan harapan. Permasalahan klasik yang dewasa ini banyak terjadi adalah semakin pudarnya paradigma bahwa ibu hanyalah hal yang wajar dari setiap kehidupan. Tidak ada istimewa dan tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang ibu, baiasa saja. Bisa jadi anggapan para gadis saat ini adalah yang penting nanti bisa menikah (syukur dengan orang yang dicinta), hamil, dan bisa melahirkan dengan selamat. Bahkan menurut mini observasi yang pernah aku lakukan terhadap beberapa gadis tersebut, jarang dari mereka yang menyebutkan “pingin jadi ibu yang luar biasa” ketika sudah punya anak kelak.

Kebanyakan dari mereka justru cenderung kepada mau mereka apakan anak-anaknya kelak. Seperti sedikit kutipan percakapanku dengan salah satu dari mereka dibawah ini:
Aku: wah..adeknya cantik banget yaahh.., namanya siapa..? (sapaku pada ibu muda yang sedang menggendong putrinya yang kira-kira berusia 6 bulan), dia adalah tetanggaku, usianya hanya selisih beberapa tahun di atasku.
Ibu itu:”hehe, iya nih mbak..., besok kalau besar mau jadi artis og ya nduk..” (sambil tersenyum bangga)
Aku: glegg *nelen ludah, sambil senyum terpaksa karna takjub.
Aduuhhh, sebenarnya ada apa sih dengan dunia akhir-akhir ini.., semakin aneh-aneh aja orangnya, hehe.

Seketika aku jadi sedikit sedih, bagaimana bisa seperti itu..?, trus dimana aku harus meletakkan harapan-harapanku untuk ikut membangun peradaban yang baik, yang berkualitas, dan berkarakter. Belum tentu juga jika diposisi serupa aku bisa sebaik atau bahkan lebih baik dari ibu-ibu itu tadi..., uhmm, jadi sedih...
Tapi setidaknya aku pernah punya mimpi untuk berbuat baik, ingin menjadi ibu yang baik, yang hebat, dan melahirkan anak-anak hebat pula. Punya komunitas yang seperti itu juga termasuk dalam cita-citaku. Jadi apakah kamu mau menemaniku untuk meraih mimpiku?..apakah kamu mau untuk menemaniku agar bisa menjadi seperti itu..?. ayolah...

Kita saling mengingatkan kalo salah satunya salah, kita saling menguatkan jika salah satunya lemah, dan kita saling membantu jika salah satunya butuh.
Setidaknya kelak kita bisa mendengar celoteh kecil buah hati kita, mereka berkata: “IBU ADALAH SEGALAKU”.

Sunday, August 5, 2012

Maafkan aku cinta
Aku tak bisa bersamamu saat ini
Maafkan aku cinta
Aku tak bisa menyayangimu saat ini
Tapi kelak akan kutunjukkan betapa besar cinta dalam hati
Dengan mata, mulut, dan telinga
Karna cintaku adalah sempurna
Layaknya mawar yang diberikan majnun pada laila,
untuk memuja kesempurnaannya
karna cintaku adalah tulus
layaknya surya yang terus bersinar tanpa lelah
karna cintaku adalah bahagia
layaknya si buta yang mampu melihat indahnya pelangi
ku bersyukur dengan cintamu
dan ku kan terus menyayangimu dengan sempurna, tulus, dan bahagia

Friday, August 3, 2012

jika sekarang kau tetapkan aku tidak bisa melakukan apa-apa, kemudian kau datangkan mereka yang butuh untuk ku bantu. maka tolong hitunglah ini sebagai amalku pengganti dari ketidak berdayaanku.
aku masih dan akan selalu yakin, bila aku membantu memudahkan urusan orang lain maka Kaupun akan memudahkan urusanku.

Delanggu, 04/08/'12 at 1.40 a.m

Sunday, July 22, 2012

NAHKODA HEBAT TIDAK LAHIR DARI LAUTAN TENANG

Orang sukses dan hebat adalah orang yang punya karir bagus, uang banyak, bentuk tubuh ideal dan perjalanan hidup yang dipenuhi kemudahan. Kira-kira begitulah penilaian klasik masyarakat saat ini jika ditanya tentang apa itu orang hebat. Maka kitapun tak jarang menjadi merasa jadi pecundang ketika hidup menemui banyak kesulitan. Bahkan sesekali berpikir bahwa kita mungkin termasuk salah satu orang dengan nasib yang kurang baik.

Rekam jejak bercerita, bahwa tidak selalu perjalanan hidup itu menyenangkan, tidak selamanya moment yang dilewati terasa mudah. Tak jarang juga berada pada titik terendah pertahanan, nyaris putus asa. Dan ketika sudah begitu konsep diri menjadi memburuk. Seraya menyalahkan diri mengapa aku tidak bisa meraih capaian seperti oranglain. Dengan hilir sebuah pertanyaan yang sedikit menyakitkan, “apakah mimpi kita layak untuk diperjuangkan?”.

FILOSOFI KECOA
Aku teringat dengan guru biologiku waktu kelas satu Madrasah Aliyah. Setelah menjelaskan tentang system saraf binatang tiba-tiba beliau mengajukan sebuah pertanyaan yang sekilas tampak mudah. “binatang ber sel banyak apakah yang paling kuat?”. Seketika kami (murid-murid beliau) menyebutkan macam-macam nama binatang yang berkesan “GAGAH”, “harimau…, singa…, gajah.., paus..,..”. tetapi tanpa kami duga beliau bilang “SALAH”.., binatang ber sel banyak yang paling kuat adalah “kecoa”.

Belakangan baru aku tahu bahwa ternyata kecoa adalah satu-satunya jenis binatang ber sel banyak yang tidak mati walaupun kepala dan badannya terpisah (putus). Kecoa masih bisa bertahan hidup dengan kondisi badan tanpa kepala selama kurang lebih seminggu sebelum akhirnya mati kelaparan. Meskipun kecoa adalah binatang yang secara wujud tampak lemah dan tidak punya keistimewaan apa-apa. Tapi ternyata secara “kualitas” dia terbukti hebat. Bisa bertahan dalam keadaan yang binatang lain tidak bisa melakukannya. Horrreeee

Dari sana aku simpulkan, terkadang memang manusia menilai sesuatu dari wujud yang tampak saja dan bukan dari apa yang terkandung didalamnya. Kontrol sosial menilai bahwa capaian fisik adalah yang utama. Mereka yang punya karir bagus, tubuh sempurna, dan jalan hidup yag serba mudahlah yang dianggap hebat. Sedang yang sebaliknya adalah orang yang payah dan perlu dikasihani. Tetapi dari kecoa aku belajar sebaliknya. Aku menjadi lebih menghargai “makna” yang terkandung dalam sebuah wujud daripada apa yang tampak.

Ketika bertemu orang dengan cacat tubuh (tidak punya kaki yang sempurna) kemarin, aku bilang bahwa dia jauh lebih hebat dari aku. Kualitas personalnya tinggi sehingga dia bisa tetap menjalani hidup dengan senyum meski keadaannya jauh dari “sempurna”. Dan aku, jika dengan keadaan demikian belum tentu aku bisa setabah dia. Aku lebih suka memuji pegawai rendahan yang jujur daripada pejabat bermobil Alphard yang rakus. Dan aku lebih suka mendoakan untuk kebaikan orang yang selalu bersungguh-sungguh demi mencapai keinginannya daripada orang yang sukses dengan cara haram.

Jadi aku katakan, jika saat ini kita sedang diuji dengan situasi sulit, atau belum ada pencapaian seperti yang kita harapkan. Jangan terlalu terburu-buru untuk memberi label pada diri kita, bahwa kita adalah pecundang, bahwa impian kita tidak lagi layak untuk diperjuangkan. Karena sebenarnya sama sekali tidak seperti itu. Tetapi percayalah, bahwa kita adalah calon orang hebat dengan kualitas personal yang tinggi. Bahwa mimpi kita sangat layak untuk diperjuangkan. Allah memberi “level kesulitan” dalam “permainan” hidup kita sepadan dengan capaian apa yang kita impikan. Tetap tabah dan bersungguh-sungguh. Karena nahkoda hebat tidak terlahir dari lautan yang tenang.

Sunday, June 10, 2012

HOMO HOMINI LUPUS

Oleh: Rindang Resita Rizki

Jam 23.24 WIB, aku terbangun. Dan ternyata diluar sedang hujan. Entah kenapa malam ini hatiku gelisah, mau tidur lagi rasanya susah, nggak kayak biasanya yang begitu kebangun sedetik kemudian udah merem lagi.
Aku jadi ingat beberapa hal yang sungguh akhir-akhir ini sepertinya sudah sangat mengganggu kinerja otakku. Tadi siang aku beredar di Solo untuk memenuhi beberapa kebutuhanku, dan ditengah jalan ketika aku mengendarai sepeda motor tiba-tiba melintas di depanku bapak tukang becak mengayuh becaknya nyeberang jalan sambil mengangkat tangannya keatas. “maksudnya apa coba?”, batinku.., ih bapak ini kayaknya rada nggak waras kali ya..udah tahu dibelakangnya banyak kendaraan, kenceng-kenceng pula,hmmphh. aku ngerem ndadak biar nggak tubrukan sama becak nggak berkarakter itu, NYARISS. Dan nggak cuma aku, empat detik kemudian setelah bapak becak itu mengangkat tangannya sambil nyebrang jalan raya, kendaraan-kendaraan yang juga sedang melintas barengan sama aku langsung pada nglakson gemes. Oh Ya Allah…, sudah…, aku deg-degan.
Homo homini lupus. Adalah istilah untuk menjelaskan bahwa dalam keadaan yang sangat terdesak maka manusia akan cenderung mendahulukan kebutuhan dirinya untuk terpenuhi, tidak lagi peduli orang lain mau gimana, yang penting dirinya selamat.
Misal, ada 20 orang tak sekap dalam satu ruangan yang sempit dan nggak ada lubang ventilasi sama sekali, cuma tak kasih lubang satu dan cuma sebesar ujung hidung manusia normal. Maka yang mungkin akan terjadi adalah ke-20 orang itu akan berebut untuk bisa menempelkan hidung mereka ke lubang itu untuk dapat mengambil udara segar dari luar agar bisa bertahan hidup. Tidak peduli orang lain yang disebelahnya akan mati perlahan karna kehabisan oksigen atau tidak. Ahli psikologi mengidentifikasi hal itu sebagai tindakan yang manusiawi. Tetapi perlu dicatat bahwa itu HANYA jika keadaannya sangat mendesak sekali, dan jika sudah akan berakibat pada kematian.
Istilah tersebut adalah pengetahuan pertama yang aku dapat dari dosen sosiologiku waktu aku kuliah sosiologi semester satu dulu kala. Aku masih inget sama dosennya, namanya Bu Tuti Hardjajani,M.Si J, terimakasih bu Tuti.. J.
Oke, sebelumnya aku masih bisa berpikir positif terhadap sikap bapak becak yang bahaya itu. Oh mungkin emang beliau lagi keburu-buru, oh mungkin emang penumpangnya yang bawel pingin cepet sampai, atau mungkin bapaknya selak kebelet pipis jadi akal sehatnya cuma bisa beroperasi setengah waktu nyeberang tadi, aku masih melakukan banyak pemakluman. Tapi beberapa menit kemudian setelah aku lihat impact yang terjadi dikarenakan ulah bapak becak itu aku jadi berubah pendapat, bahwa menurutku bapak becak itu egois sama sekali, tidak berkarakter. Bagaimana mungkin dia bisa bersikap sedemikian bodoh hingga sama sekali tidak mempedulikan lagi keselamatan orang lain yang ada disekitarnya. Padahal jika dia berhenti sebentar saja untuk menunggu jalan luang agar bisa menyeberang juga tidak akan matii, kecuali kalau takdir Allah mengatakan saat itu tiba-tiba dia kena serangan jantung.
Beberapa hari yang lalu aku juga di bagi note sama salah satu sahabat terbaikku, namanya Arfi Nurul Hidayah. Diapun mengalami hal yang hampir sama denganku. Ketika naik bus umum dia lihat ibu-ibu disebelahnya nyerobot tempat duduk dan kemudian dengan santainya makan cemilan tanpa mempedulikan kondisi orang-orang disebelahnya yang sedang berdesakan tak nyaman sama sekali. Padahal arfi cerita saat itu suasana lagi crowded banget. Dia juga sempat heran dengan sikap ibu-ibu itu, kenapa bisa sebegitu cueknya dengan keadaan sekitar, ironis.
Sikap mereka itu tidak bisa dimasukkan dalam jajaran contoh perilaku Homo homini lupus, karena mereka berbuat mengabaikan sesama pada saat lingkungan masih sangat berpihak, masih cukup kondusif, tidak terlalu menekan, dan kalau mereka tidak melakukan itu mereka tidak akan mati. Justru sebaliknya, manusia-manusia tersebut seharusnya bisa sedikit berlapang dada untuk menggunakan rasa pedulinya, rasa kasihnya, dan rasa saling menjaganya kepada sesama, dan itulah yang aku sebut dengan perilaku berkarakter.
                                                          *******
Banyak hal yang sudah aku saksikan di tahun 2012 ini, dan menurutku itu sangat menyakitkan. Berapa banyak orang yang katanya pintar dan mempunyai gelar sangat panjang di belakang namanya melakukan kejahatan, dan ujung-ujungnya mereka kebal hukum karena punya banyak uang. Karena punya jabatan yang tinggi dan disegani orang disana sini. Maka apa orang seperti itukah yang memang layaknya dihormati dan disegani???, aku tanya.
Dari level tukang becak, ibu-ibu rumah tangga, pejabat rendah, pejabat nanggung, hingga pejabat tinggi nan terhormat. Mengapa kelakuan mereka tidak jauh beda?, mayoritas seperti itu. Tidak peduli dengan kenyamanan orang lain dan yang penting dirinya sendiri bisa hidup nyaman. Padahal sudah tidak perlu dijelaskan lagi bahwa tingkatan ilmu mereka pastilah berbeda. Bukankah kata guru SD ku dulu bahwa ilmu itu menentukan baik tidaknya perilaku seseorang?, gitu nggak sih?.
Aku jadi berfikir, apa memang peradaban jaman sekarang itu sudah sedemikian mengerikannya ya?, apa memang benar kata orang-orang yang bilang bahwa jaman sekarang itu kalau masih mempraktekkan pola hidup yang baik justru malah hancur?, karena nggak jarang aku dengar mereka bilang “jaman sekarang mbak..wong jujur itu malah ajur”. Jadi, apa sebaiknya kita tidak usah berlaku jujur saja?, apa kita tidak perlu lagi peduli dengan orang lain saja?, apakah memang harus begitu agar kita bisa bertahan hidup dan bisa hidup dengan layak?.
Andai Rosululloh punya akun facebook mungkin aku akan menulis di wall beliau pertanyaan seperti itu. Karna aku yakin beliau akan mereplay ku dengan jawaban “tentu tidak Rindang.. J”, disertai senyum dibelakangnya. Karena memang tidak seperti itu bukan seharusnya kita bersikap?..:-)
Duapuluh empat tahun tujuh hari sudah aku selalu bernafas dengan udaranya Allah, berjalan dibuminya Allah, makan makanan dari makhluknya Allah, dan minum dengan airnya Allah. Sudah banyak rasanya hal salah yang aku lakukan, meski itu aku lakukan tanpa sengaja. Seperti dulu ketika aku juga tanpa sengaja memecahkan gelasnya ibu sewaktu aku berumur 5 tahun. Tapi tetap, rasanya sangat menyesal dan merasa sangat gelo, seketika seperti tak tahu harus berbuat apa. Dalam hati mengutuk diri kenapa tadi aku tidak memegang gelas itu dengan kuat dan hati-hati sehingga tidak jatuh dan pecah :-(
Banyak hal yang belum aku mengerti tentang dunia. Aku baru tahu kalau ternyata kehidupan tidak lebih mudah dari belajar berenang di kedalaman 3 meter. Aku baru tahu kalau ternyata membangun peradaban yang baik dan mulia lebih rumit daripada menyelesaikan soal matematika integral seperti ketika aku kelas 3 SMA dulu. Dan satu hal yang paling dapat aku simpulkan, dari semua hal yang aku lihat hingga tahun 2012 ini adalah “Orang sukses dengan uang banyak dan jabatan yang tinggi itu sudah begitu banyak dan sudah sangat biasa, tetapi orang sukses dengan karakter yang mulia plus mempunyai kualitas diri yang baik itu masih bisa dihitung dengan jari”, dan tipe yang terakhir adalah cita-citaku, setidaknya aku selalu berdoa seperti itu :-)
Aku selesai menulis tulisan ini tepat pada sepertiga malam-Nya. Minggu, 10 Juni 2012, 02.26 p.m. dan malaikat ada dibelakangku untuk kemudian menyampaikan pintaku pada-Nya. Setidaknya lagi aku berharap begitu :-)

Saturday, May 5, 2012

Terimakasih, Engkau selalu memperhatikanku


Oleh: Rindang Resita Rizki

 

Manusia adalah makhluk Allah yang paling unik, khususnya jika dilihat dari segi psikologis. Salah satu hal paling menarik yang mungkin penting untuk disadari yaitu keinginan untuk selalu diperhatikan, hal ini bisa dilihat dari keinginan manusia  yang ingin mendapat respon setiap kali melakukan sesuatu. Bahkan beberapa teori psikologi menjelaskan tentang pentingnya makna reward (ganjaran) atas setiap perbuatan baik yang sudah dilakukan manusia, bahwa reward mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku manusia.

Agar menjadi lebih sederhana dan mudah untuk dipahami mari kita spesifikkan bahasan tentang reward yang berkaitan dengan ibadah. Sebagai seorang muslim tentu tidak ada sedetikpun dari kehidupan kita yang terlepas dari ibadah, baik ibadah hati, lisan, maupun jawarih (anggota badan), termasuk juga ibadah solat yang kita lakukan minimal lima kali dalam sehari.

Sebagai ibadah yang paling pokok, idealnya seorang muslim selalu menjaga solatnya terlebih mengenai kekhusyukan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang kesibukan kita sehari-hari membuat kekhusyukan solat kita menjadi berkurang, bahkan tidak sedikit dari kita yang mengeluh bahwa mereka seringkali sulit untuk mencapai kekhusyukan. Hal itu diperparah dengan adanya anggapan bahwa solat merupakan komunikasi satu arah, manusia kepada Tuhan dan tidak sebaliknya.

Jika mengingat tentang kebutuhan psikis manusia terkait dengan kebutuhan untuk diperhatikan dan diberi reward seperti yang telah kita bahas diawal maka hal itu bisa dikatakan wajar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kita sering merasa sulit untuk mencapai predikat “khusyuk” ketika solat karena merasa “dicuekin” oleh Allah. Kita merasa bahwa ketika solat hanya melakukan komunikasi satu arah, kita berdoa dan tidak ada tanggapan langsung dari Allah sehingga tak jarang ritual ibadah solatpun dengan sangat mudah menjadi terasa hambar. Tetapi beberapa hari yang lalu secara tidak sengaja saya menemukan hadist qudsi yang menjelaskan tentang betapa Allah ternyata sangat menghargai setiap perilaku kita, Sungguh Dia Maha Pembalas Budi (Assyakuur) dan Maha Pemberi Balasan (Almuntaqiim).

Hadist Qudsi:

“Aku membagi solat antara Aku dengan hamba-Ku dalam dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia membaca (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), Allah menjawab:”Hamba-Ku memujiKu”, jika ia membaca (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), Allah menjawab: “Hamba-Ku menyanjungKu”, jika ia membaca (Yang menguasai hari pembalasan), Allah menjawab:”Hamba-Ku mengagungkanKu”, jika ia membaca (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya pada-Mu kami mohon pertolongan), Allah menjawab:”Ini urusan antara Aku dan HambaKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta”. apabila ia membaca (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Kau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat), Allah menjawab:”ini bagianKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta”. HR.Muslim.

Tidak asing bukan dengan bacaan diatas? bacaan tersebut adalah terjemah dari surat Al fatihah yang selalu kita baca setiap solat. Jadi apakah sekarang sudah bisa dipahamai bahwa ternyata Allah sama sekali tidak pernah “nyuekin” kita setiap kali kita melakukan ibadah solat. Sungguh Allah menegaskan sekali lagi kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar (Assamii’), Maha Mengabulkan (Al Mujiib), Maha Dibutuhkan dan tempat meminta (Assamad), dan Maha Penderma (Al Barri) seperti yang sudah Dia tetapkan dalam asma’ul husna. Begitu juga jika ditinjau dari sisi psikologis, Allah selalu memberi reward setiap kita melakukan suatu kebaikan.

Semenjak saya mengetahui tentang hal itu dan semakin mengerti betapa Allah adalah Rabb yang sangat sayang kepada hamba-Nya, entah mengapa saya selalu mempunyai gairah lebih setiap kali akan menjalankan solat, karena saya merasa diperhatikan dan didengar, dan saya tidak ragu lagi ketika akan meminta lebih kepada Dzat yang Maha Dibutuhkan dan tempat meminta, sehingga saya dapat lebih mudah untuk mencapai predikat “khusyuk”. Terimakasih wahai Rabb, karena Engkau selalu memperhatikanku.


Referensi:

Alquran Alkarim

Ammar, Abu. (2009). Mizanul Muslim 1, Barometer Menuju Muslim Kaffah. Solo: AL AMIN

Djamarah, Syaiful Bahri. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Tuesday, April 24, 2012

Aku bahagia terlahir sebagai wanita


Oleh: Rindang Resita Rizki

Cantik, lembut, dan terkadang sedikit manja, perpaduan yang sangat pas untuk bisa dikatakan menarik,  begitulah kira-kira wanita. Dengan prediksi paling rendahpun wanita tetap akan terlihat menarik. Tapi tahukah anda bahwa diluar itu wanita ternyata mempunyai “jobdesk” yang sangat berat.
Saya jadi teringat ketika dulu saya duduk dikelas dua Madrasah Tsanawiyah, guru saya pernah berpesan: “jadilah wanita yang solihah ketika kamu dewasa kelak nak.., karena generasi masa depan berada ditangan kita, wanita”, begitu kira-kira perkataan beliau, lembut tapi tegas. Ketika itu pikiran saya belum bisa mencerna secara sempurna apa yang beliau katakan, yang terkesan dibenak saya hanyalah mengapa wanita harus menanggung beban sebesar itu?, “susah juga menjadi wanita”.
Kurang lebih sembilan tahun saya mencoba untuk memahami dan mengerti mengapa guru saya berpesan begitu, dan akhirnya sedikit demi sedikit saya paham. Karena nyatanya fenomena hidup menjadikan saya mengerti mengapa wanita harus bertanggungjawab atas generasi masa depan. Bisa dibayangkan ketika sang bayi baru saja lahir, orang pertama yang ia lihat adalah ibu dan dia akan berguru pada ibu. “Al ummu madrosatun, al ummu madrosatul ula” (ibu adalah guru, dan ibu adalah guru pertama bagi manusia). Tidak ada satupun orang didunia ini yang tidak berguru kepada ibu.
Hal itu diperkuat dengan penjelasan Ustadz Hasanain Juaini, pengasuh pondok pesantren Nurul Haramain di daerah Lombok yang pernah menyampaikan di sebuah Talkshow yang diadakan stasiun televisi swasta, “kalau ada orang bertanya mengapa sekarang bangsa Indonesia seperti ini?, jawabnya adalah karena bangsa ini tidak diajarkan oleh guru-guru yang baik, karena bangsa ini tidak menyiapkan ibu-ibu yang baik untuk menjadi guru yang baik bagi anak-anak. Jadi, tidak berlebihan rasanya jika saya mengatakan bahwa wanita adalah inti dari kehidupan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Dr. Adullah Azzam ketika membahas tentang keruntuhan khilafah. Beliau menyampaikan bahwa musuh Islam telah mengerti bahwa langkah yang paling strategis untuk menghancurkan islam adalah dengan membuat rusaknya para muslimah, sehingga mereka tidak dapat menjadi satu generasi yang baik, terlebih untuk mendidik generasi yang baik pula.
Dari sana saya jadi semakin mengerti tentang “beban” seorang wanita dan apa yang harus saya lakukan sebagai perempuan. Saya juga mulai ikhlas menerima takdir bahwa dilahirkan sebagai wanita memang harus siap untuk menjadi kuat dan tangguh, bahkan perlahan saya merasa beruntung dilahirkan sebagai wanita. Karena apakah anda tahu bahwa tanpa disadari, Allah menciptakan otak wanita dengan dilengkapi berbagai kemampuan unik yang menakjubkan. Hal ini diungkapkan baru-baru ini oleh Ahli psikiatri Dr. Louann Brizendine dengan hasil penelitiannya selama 20 tahun tentang otak wanita, bahwa otak wanita memang di desain sedemikian rupa sehingga mereka MEMPUNYAI ketangkasan verbal yang luar biasa, kemampuan untuk menjalin persahabatan yang mendalam, kemampuan yang nyaris menyerupai cenayang dalam membaca wajah dan nada suara, kemampuan untuk mengenali emosi dan keadaan pikiran, serta kemampuan untuk meredakan konflik. Hal itu sudah tertata kuat dalam otak perempuan. Brizendine juga  menjelaskan bahwa semuanya itu adalah bakat-bakat yang dimiliki perempuan sejak lahir dan tidak dimiliki oleh laki-laki. Dengan semua kelebihan itu wanita akan lebih mudah dalam menjalankan tugasnya didunia terlebih dalam mengasuh dan mendidik anak serta menjadi navigasi bagi sebuah rumah tangga.
Begitulah Allah Subhanahu wata’ala, kembali Dia membuktikan kepada kita bahwa Dia adalah Maha Adil (Al ‘adl), Maha Pandai (Ar rosyiid), dan Maha menyeimbangkan (Al qaadir) seperti yang tercantum dalam Asma’ul Husna.
Jadi, mulai sekarang rasanya saya sudah tidak punya cukup alasan untuk hanya menjadi wanita yang biasa-biasa saja. Karena karunia-Nya sudah jauh lebih besar dibanding dengan “beban” yang dititipkan kepada saya sebagai wanita. Terimakasih Wahai Robb..karena aku bahagia terlahir sebagai wanita.

Referensi:
Al Quran Al Karim
Brizendine, Louann. (2010). Female Brain. Jakarta: Ufuk Press.
Hasil talkshow bersama Ustadz Hasanain Juaini di Kick Andy 4 Maret 2012
Pengalaman pribadi


Hari ini kamu jadi ustadzku.. ^_^



Oleh: Rindang Resita Rizki

“Jadi ustadz..”, begitu jawaban Adib ketika kutanya ingin jadi apa dia kelak. Adib berusia enam tahun dan duduk di kelas satu Sekolah Dasar Islam Terpadu. Dia adalah anak termuda diantara kami, empat bersaudara, ya dia adik terkecilku. Mungkin karena itulah adib yang paling sering menjadi objek keisengan kami, kakaknya.
“Hmm..cukup unik..”, gumamku seketika setelah dia menjawab pertanyaanku. Biasanya setiap aku bertanya tentang cita-cita kepada anak seusia dia mayoritas mereka akan menjawab dengan pilihan profesi yang lumayan nyentrik. Seperti guru, dokter, polisi, pilot, bahkan astronot yang sekilas terkesan sedikit ekstrim bagi orang dewasa.
Adib sangat hobi dengan kereta api. Dia bilang kereta itu hebat dan unik, mempunyai badan yang panjang dan berjalan di jalan khusus, begitu kira-kira adib pernah mengatakan kekagumannya tentang kereta kepadaku. Pernah suatu hari adib mengajakku pergi ke stasiun kereta dekat rumah kami, dan tentunya dengan tujuan khusus, “melihat kereta api lewat”. Iya, memang setahuku dia “maniak” sekali dengan kereta.
“Mbak..pak masinis itu keren banget yah..masak kereta sepanjang gitu yang nyetir dia sendiri..wah..gagah..”, adib melihat kereta lewat tanpa berkedip sambil bicara begitu padaku.
Dan setelahnya percakapan dimulai:
Aku: iya..keren yah.., dek adib pengen jadi masinis nggak?
Adib: enggak...aku mau jadi ustadz..
Aku: tapi kalau kata ibu, ustadz itu enggak boleh cengeng lho.., lha dek adib kok masih suka nangis?..hayoo...
Adib: ya nanti kan kalau jadi ustadz udah nggak cengeng lagi..
Jujur, aku lumayan terkesan dengan keteguhan cita-citanya, dan aku sangat bahagia punya saudara seunik adib. Tapi akhir-akhir ini pikiranku agak kacau. Mungkin sedikit perlu diketahui bahwa aku adalah gadis berusia 23tahun dan lulusan sarjana Psikologi dari sebuah Universitas ternama di kota Solo. Terkadang aku merasa kurang beruntung bila dibandingkan dengan teman-teman seusiaku. Mereka sudah menikah dan mempunyai pekerjaan yang layak, sedang aku belum.
Siang ini aku sedang merapikan baju dikamar. Adib masuk kekamarku dan langsung tiduran disampingku. “Asiik.., ada objek iseng nih, hihi” kataku dalam hati.
Aku: maem apa dek?..
Adib: kacang..
Aku: apa bisa ngunyah orang ompong gitu giginya..hihi, (gigi susu adib yang depan memang sudah lama tanggal dan belum tumbuh-tumbuh lagi)
“Dek..kok gigimu nggak tumbuh-tumbuh sih?..ih..ompong...hihi”. ledekku
Adib: lha yang numbuhin gigi itu siapa..?, Allah kan..yaudah..tanya aja sama Allah masak tanya sama aku, kalau aku bisa numbuhin ya tak tumbuhin..(jawabnya tanpa beban).
Seketika aku tersenyum kemudian diam. Ada sedikit kagum dan rasa bersalah. Ternyata aku lupa tentang apa itu tawakal, bersyukur dan berserah diri. Astaghfirllah..”, keluhku dalam hati. Aku sudah lupa dengan semua itu, karena nyatanya tidak jarang aku mengeluh dengan takdirku. Aku merasa bahwa aku selalu kurang beruntung jika dibanding oranglain. Tetapi hari ini, aku seperti diingatkan kembali, bahwa Allah tidak pernah terlambat ataupun terlalu cepat, Dia selalu memberikan hak-hak makhluknya tepat pada waktunya. Dan satu hal lagi yang sempat aku terlupa bahwa ketetapan-Nya atas kita adalah adil, dan selalu baik.
Terimakasih sayang..kamu sudah mengingatkanku tentang pentingnya tawakal dengan cara yang berbeda, dengan cara unik yang kamu miliki. Meskipun gigimu masih ompong tapi kamu sudah mampu mengingatkanku kembali tentang janji Allah: “wa idz taadzdzana robbukum lain syakartum laaziidannakum walaainkafartum inna ‘adzaabii lasyadiid”
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu memberitahukan, “sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku) niscaya adzab-Ku sangatlah pedih” QS: Ibrahim: 7.
Sekarang aku percaya bahwa kamu memang mempunyai kompetensi tinggi untuk menjadi ustadz kelak, karena hari ini kamu sudah menjadi ustadzku... dan semoga Allah memberkahi cita-citamu.

Referensi:
Alqur’an Alkarim
Pengalaman pribadi

Thursday, March 15, 2012

Bicaralah..aku tidak akan menolak perasaanmu


Bicaralah..aku tidak akan menolak perasaanmu
Oleh: Rindang Resita Rizki

Masih ingatkah berapa kali kita ditimpa masalah?bagaimana rasanya?siapa sajakah yang ada disamping kita ketika itu?masih ingatkah bagaimana cara kita untuk bertahan? Dan menjadi apakah diri kita setelah itu?.
Masalah memang akan selalu ada kapanpun dan dimanapun seseorang berada, karena itu sudah menjadi sunatulloh. Dengannya pula kita bisa bertumbuh dan berkembang menuju pribadi yang lebih baik, setidaknya begitu harapan dan tujuan Allah memberi masalah. Kalau kata so yie jong (di pilem BBF gini: tahukah kau bagaimana tembikar ini bisa menjadi jauh lebih kuat daripada yang tampak darinya?..dia harus melalui proses diaduk, ditempa, ditekan, dibelah, dan kemudian dipanaskan dalam api yang bersuhu diatas 1200°C, setelah itu masih harus diuji lagi apakah sudah cukup kuat, dan jika belum maka dia akan dihancurkan dan harus menjalani proses dari awal lagi) gitu katanya,hehe.
Tetapi setelah mendidik dengan mendatangkan berbagai masalah Allah juga karuniakan kita orang lain sebagai salah satu fasilitas dalam rangka bertahan, setidaknya untuk sekedar menguatkan. Kita tahu bahwa selain sebagai makhluk individual yang membutuhkan privacy manusia juga ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang berarti tidak bisa hidup tanpa orang lain.
Dulu sewaktu masih kuliah saya pernah membaca jurnal bahwa bertemu banyak orang dalam suasana informal dapat membantu otak agar bisa tetap sehat (Havard Medical School). Selain itu kata dosen psikologi sosial saya waktu itu beliau bilang, manusia membutuhkan sedikitnya sepuluh kali bersentuhan dengan oranglain setiap hari untuk bisa menjaga psikis agar tetap stabil. Masih banyak lagi sebenarnya teori atau hasil penelitian yang menunjukkan betapa berharganya oranglain untuk kita, dan itu berarti sebaliknya, kitapun sangat berharga untuk mereka (tetapi itu berlaku hanya jika kita mempunyai ketulusan untuk mau mempersembahkan diri kita untuk sesama).
Di orbit lain Allah mengutus Muhammad SAW untuk menyampaikan kepada kita:
 لِلنَّاسِ  أَنْفَعُهُمْ النَّاسِ خَيْرُ
 Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.” Shahih Al jami’ no.3289 Hasan. Namun terlepas dari itu sebenarnya sudah menjadi fitrah manusia mempunyai keinginan untuk menjadi yang terbaik bagi orang lain, setidaknya untuk beberapa orang yang dianggapnya special. Dan ketika bersikap sebaik yang kita bisa, memberi sebanyak yang kita punya, setulus hati yang kita mampu.. maka tersenyumlah, karna saya akan berdoa semoga Allah memasukkan kita kedalam hambanya yang terpilih untuk menjadi “sebaik-baik manusia”, in syaAllah J.
Tulisan ini menjelaskan tentang bagaimana sikap terbaik untuk menghadapi orang yang sedang dilanda masalah dan mungkin kebetulan dia memilih kita sebagai orang yang dia percaya, paling tidak dengan ini bisa mengantarkan kita pada predikat “khoiirunnaas” (sebaik-baik manusia) J karena sudah berusaha memberikan yang terbaik yang kita bisa buat sesama, in syaAllah…
Sebenarnya mekanisme psikis yang sedang terjadi ketika seseorang ditimpa masalah, terlebih jika sudah pada tahap “terganggu” dan dia merasakan “galau” (bisa sedih, marah, kecewa, kehilangan, hingga tingkat paling tinggi, yaitu shock), adalah terjadi mental blocking pada sistem saraf pusat. Mental blocking merupakan program pikiran pada otak manusia yang bersifat menghambat, selain itu mental blocking juga menyebabkan yang bersangkutan cenderung statis, sulit untuk berfikir jernih, dan berjalan ditempat.
Jangan menolak perasaannya
Ketika mengalami mental blocking seseorang tidak lagi bisa menerima nasehat, tetapi yang ia butuhkan adalah empati, penerimaan, dan penegasan bahwa kita peduli. Maka sebagai orang lain yang berada disampingnya, sikap terbaik kita ketika itu adalah tunjukkan bahwa seakan kita juga dapat merasakan apa yang sedang dia rasakan saat itu, bebaskan dia untuk mengekspresikan rasa, dan terimalah perasaannya. Biarkan seperti itu hingga mental blocking mencair hingga perlahan dia bisa kembali berfikir jernih.
Jangan sekali-sekali mengatakan “jangan sedih.., jangan nangis.., yang sabar.., ataupun jenis nasehat lain. Kenapa?, karena dengan ucapan itu berarti kita menolak perasaannya seta terkesan sama sekali tidak berempati. Dan ketika “nasehat” itu tetap kita katakan maka akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman bagi dia, dan yang lebih dkhawatirkan adalah akan menjadikannya menjadi semakin menutup diri (nggak bayangin khan gimana jadinya kalo tuh orang masalahnya memang sangat rumit dan sudah ada indikasi nglakuin bunuh diri? dan ternyata kita salah bersikap L. Eh jangan salah orang kalo udah mental blocking itu suka’ nekat loh, apa aja bisa dia lakuin tanpa dipikir dulu, pernah gitu nggak?..coba’ inget-inget dulu..hehe). Dan kalaupun ternyata masalahnya nggak besar-besar amat juga nggak ada salahnya kan kita bersikap sebaik yang kita bisa, bisa bikin dia senyum aja kita juga udah dapet pahala kok, kalo ikhlas..in syaAllah J.
Oke, jadi gitu. Lanjut…
Tapi khusus pada trik ini ada lagi yang perlu diperhatikan, yaitu adanya perbedaan  antara laki-laki dan perempuan, hal ini terjadi karena adanya perbedaan mekanisme otak pada saat terjadi masalah antara laki-laki dan perempuan, dan saya rasa ini sangat perlu untuk dipahami terlebih dulu.
OTAK LAKI-LAKI dan OTAK PEREMPUAN
Jika tadi kita sudah berbicara tentang bagaimana cara bersikap untuk menghadapi saudara kita yang tengah ditimpa masalah, maka sekarang kita akan mengetahui bagaimana perbedaan mekanisme yang terjadi dalam otak laki-laki dan perempuan. Ini sangat penting, karena berbeda “klien” akan berbeda pula cara kita harus bersikap, dan yang paling mencolok yang paling mudah dibedakan adalah atas dasar jenis kelamin, laki-laki vs perempuan (perhatikan baik-baik, ini sangat vital dan belum banyak orang yang faham tentang rahasia ini, hehe).
Proses emosi di dalam otak laki-laki dan perempuan ternyata sangat berbeda. Peneliti menyatakan bahwa otak kita memiliki dua sistem emosi yang bekerja secara simultan, yaitu Sistem Syaraf Cermin (Mirror Neuron system/ MNS) dan Temporal Parietal Junction System (TPJ). MNS berguna untuk merasakan perasaan emosi lawan bicara/ orang lain, dan ini yang disebut empati emosional. Jadi bisa dikatakan bahwa MNS bertanggungjawab atas segala bentuk program empati emosional pada diri seseorang. Sedang TPJ (Temporal Parietal Junction) berfungsi sebagai pengatur otak untuk membedakan diri sendiri dengan orang lain dan pemahaman situasi di sekitar kita. Secara sederhana TPJ bisa dikatakan sebagai pengaktif pusat analisis, perbaikan yang ada di otak dan menciptakan bentuk empati kognitif.
Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah terletak pada durasi penggunaan kedua jenis sistem emosi tersebut. Jika laki-laki lebih singkat dalam menggunakan MNS-nya sesaat setelah ditimpa masalah dan akan dengan cepat beralih pada TPJ, maka perempuan cenderung lebih berlama-lama berada dalam MNS-nya. Otak mampu menggunakan TPJ sejak masa akhir kanak-kanak, tetapi setelah pubertas hormon reproduktif laki-laki diperkirakan memperkuat kecenderungan tersebut. Peneliti juga menemukan bahwa penggunaan TPJ menjaga batasan kokoh antara “diri sendiri” dengan “orang lain”. Hal ini pulalah yang mencegah proses pemikiran laki-laki dipengaruhi oleh emosi orang lain dan memperkuat kemampuan mereka untuk secara kognitif dan secara analitis menemukan solusi.
Baik, biar lebih mudah difahami kita pakai contoh saja ya..
Kita pakai saja sepasang suami istri (kan udah lengkap, ada cowok sama cewek, hehe). Suatu ketika si istri mengeluh kepada suaminya bahwa saat ini dirinya sedang dilanda masalah yang cukup membuat akalnya bekerja keras. Sebagai staff HRD si istri bilang bahwa saat ini ada beberapa karyawannya yang sedang terlibat masalah, padahal karyawan itu termasuk salah satu orang yang dekat dengannya, angka produksi sempat menurun dan ini sangat disorot oleh pimpinan. “Apa yang harus aku lakuin coba?..., aku bingung mas..”, begitu keluhnya.
Maka beginilah kira-kira proses yang terjadi pada otak suami. Sesaat setelah mendengar istrinya mengeluh MNS-nya akan aktif, ini memungkinkan suami untuk merasakan sesaat perasaan emosi serupa yang ia lihat diwajah istrinya, ini empati emosional, tetapi beberapa detik kemudian otak “laki-lakinya” memerintahkan untuk segera beralih ke TPJ, “ini saatnya mencari solusi!” kira-kira begitu yang ada di pikirannya. Maka tanpa mempedulikan lagi ekspresi wajah istrinya yang nyaris abstrak, otak suami langsung dengan cepat mencari solusi, “searching………”, ini berjalan sangat cepat, wajahnya hampir mendekati predikat “tanpa ekspresi”. Satu-satunya yang ada dipikirannya saat itu adalah bagaimana secepat mungkin ia dapat menemukan solusi untuk membantu istrinya (itu bentuk empati dan kepeduliannya). Dan setelah berhasil menemukan solusi, AHA..maka dengan bahagia ia segera mengutarakan kepada wanita yang sangat disayanginya itu. “dek..gimana kalo kamu ajak temanmu itu jalan, makan bareng, buat suasana biar terasa santai, kalo udah gitu kan adek akan bisa mencari tau lebih jauh lagi mengenai masalahnya, dengan gitu mas harap adek akan bisa lebih mudah mencari cara yang paling pas untuk menyelesaikan semuanya, gimana?..hm..?”.
Tetapi proses yang terjadi di otak istrinya adalah tidak sama dengan yang terjadi di otak suami, saat suami mencoba memberi solusi hasil dari berpikirnya yang strategis maka saat itu si istri masih berkubang pada MNS, karenanya ia sedang tidak membutuhkan nasehat itu (empati kognitif), yang lebih berharga baginya sekarang adalah empati emosional. Ia hanya ingin didengarkan dan berharap suaminya akan memberi satu pelukan, sentuhan di bahu, belaian di kepala, atau sesuatu yang lain. Dan biasanya wanita sangat sebal dengan wajah laki-laki yang nyaris tanpa ekspresi ketika diajak bicara, baginya wajah itu adalah simbol ketidak pedulian.
Padahal yang terjadi sebenarnya adalah bukan seperti itu. Semua hanya dikarenakan proses sistem emosi yang sedikit berbeda diantara keduanya. Dan ketika suami melihat istrinya mulai menangis dia sangat bingung. Ia merasa sangat tersiksa melihat wajah istrinya basah ketika mulai menangis sedang ia seakan tidak diijinkan untuk membantunya, ini sangat membingungkan. Dan ketahuilah ketika perempuan menangis hal itu benar-benar menimbulkan rasa sakit pada otak laki-laki.
Saya jadi ingat,
“Berwasiatlah kebaikan kepada wanita, Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau terlalu keras meluruskannya tulang tersebut akan patah. Dan jika engkau biarkan, maka ia akan terus menerus dalam keadaan bengkok, maka berwasiatlah kebaikan kepada wanita” (hadist shahih diriwayatkan oleh bukhari dan muslim)
Uhmm…menurut saya itu sangat romantis…:-* (oopss maaf, sepertinya saya sudah mulai terpengaruh dengan otak perempuan saya, haiyaahh, hihi :-p )
Maha Cerdas Dia yang menciptakan manusia, bisa rumit gitu sih?.., dan sekarang saya menjadi semakin yakin bahwa Dia adalah Maha Penyayang. Bayangkan itu hadist sudah diajarkan sejak dulu jaman jembatan Suramadu belum ada, bahkan sejak belum ada manusia yang mampu mempelajari tentang isi rumit otak kita. nggak bayangin kalau kita hidup jaman dulu trus Allah nggak ngajarin kita “cara bersikap antara laki-laki dengan perempuan”, mesti lebih sering “perang”nya ya daripada “damai”nya, orang sudah jelas-jelas beda gitu otaknya, hehe. Sekali ini saya ingin bilang lagi “Subhanallah”.. J
Oke, kembali pada pembicaraan semula. Terkait dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa lama durasi “mental blocking” pada laki-laki dan perempuan mungkin bisa jadi juga sangat berbeda. Dan jenis empati apa yang akan kita berikan bisa disesuaikan dengan kondisi saudara kita yang sedang tertimpa masalah saat itu. Ingat.., jangan larang dia untuk mengungkapkan perasaannya dengan mengatakan “jangan sedih, jangan nangis, jangan marah, yang sabar, dsb” ketika dia masih berada pada “mental blocking”. Tetapi pahamilah, terimalah perasaannya, biarkan emosinya mengalir dan berikan apa yang dia butuhkan J.
Tahap kedua adalah, amati apakah “mental blocking” sudah mulai mencair atau belum. Itu biasanya ditandai dengan sikap dia yang perlahan mulai aktif untuk meminta saran atau pendapat. Keadaan sudah lebih tenang sekarang.  Maka ketika keadaan sudah seperti itu barulah kita berikan nilai-nilai positif, pemahaman baru yang menyembuhkan sesuai dengan kebutuhan (bisa dalam bentuk solusi, saran, atau nasehat), silahkan…., dan saya berharap semoga dia akan segera merasa jauh lebih baik setelah bertemu dengan anda J.
                                                            ***   ***   ***
Pertama kali saya mulai mengetahui tentang semua hal diatas, sesaat terbersit dalam hati saya..”bagaimana saya bisa merasakan kenyamanan serupa untuk dimengerti orang lain, sedang saya tidak mungkin memaksakan orang lain untuk dapat sebaliknya mengerti saya”, tetapi setelah saya selidiki lebih lanjut ternyata perasaan itu adalah fitroh. Sebagai manusia normal tentu ingin mendapat balasan dari orang lain atas kebaikan yang pernah kita berikan kepada mereka. Tetapi apakah hal itu menjadi penting lagi jika Allah sudah berfirman?..
“Sembahlah Allah dan Janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga yang jauh, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri” (An nisaa’:36).
Dan ketika Allah sudah berjanji..
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar biji sawi (sangat kecil), dan jika ada kebajikan sebesar biji sawi, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar” (An nisaa’:40).
Masih ada lagi pakar masalah hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang bernasehat:
“kemuliaan menjadi namanya, kebaikan menjadi perlambangnya, kebajikan menjadi cita rasanya. Pihak yang paling mendapat manfaat dari perbuatan membahagiakan oranglain adalah pelakunya sendiri. Mereka segera dapat memetik buahnya dalam jiwa, akhlak, dan pribadi mereka. Yaitu berupa kelapangan, ketenangan, dan ketentraman”.
Maka mulai saat itu saya dengan sangat percaya diri berkata sekali lagi, bicaralah..karna aku tidak akan menolak perasaanmu, dan aku berharap keadaanmu bisa menjadi lebih baik setelah bertemu dan bicara denganku J.

Referensi:
Al Quranul karim
Al-jauziyah, Ibnul Qayyim. (2010). Ya Allah Kenapa Aku Diuji. Jakarta: ZAMAN.
Brizendine, Louann. (2010). Male Brain. Jakarta: Ufuk Press.
Hasil talkshow bersama Psikolog Elly Risman di TV One
Pengalaman pribadi